Tuesday, November 28, 2006

KERATON KESULTANAN JOGYAKARTA

Karaton Kasultanan Jogyakarta

Sampai daerah divisi disetujui dalam Perundingan Gijanti, kerajaan Mataram yang didirikan Pangeran Senopati pada tahun 1587, merupakan kekuatan yang dominan di Jawa Tengah. Kerajaan Mataram berpindah lokasi beberapa kali selama pemerintahan Senopati dan keturunannya, dan pada tahun 1745 berada di Surakarta (Solo)


Sebagai kelanjutan dari pertikaian yang terjadi di antara pemerintah Surakarta, Pakubuwono III dan paman tirinya, Pangeran Mangkubumi, pemerintah Belanda menengahi dengan menyetujui perjanjian yang isinya mengangkat Mangkubumi sebagai pemimpin kerajaan terpisah, tetapi memiliki kekuasaan yang sama, yang berpusat di Yogyakarta. Mangkubumi, yang memakai gelar Hamengkubuwono I, pada tahun 1756, membangun istana yang besar bernama Ngayogyakarta Hadiningrat.

Kraton berada di lokasi yang sangat luas, yang karena luasnya dapat digambarkan sebagai kota tertutup. Selain ada bnagunan di dalamnya, daerah ini dikelilingi oleh dinding yang kokoh seperti benteng dan dibangun pada tahun 1785, untuk daerah yang tertutup tersebut dibangun tempat para pegawai kerajaan, abdi dalem, para keluarga bangsawan lainnya yang kurang terkenal di lingkungan kraton. Tempat ini sekarang terdiri atas desa-desa di dalam kraton tempat berpangkalnya seniman dalam gang-gang sempit yang berprofesi sebagai pembuat batik dan pelukis.

Kraton terdiri atas beberapa bangunan, dinding, da taman, yang tersusun dari utara ke selatan dan mempunyai alun-alun di kedua akhir bangunan. Pendopo utama dan ruang singasana, bangsal kencono, yang terletak di tengah kraton, mempunyai atap joglo, yang disangga oleh tiang berukir. Di belakang Pendopo terdapat Bangsal Proboyekso tempat disimpannya benda pusaka kraton. Di seberang Bnagsal Proboyekso terdapat tempat keluarga kerajaan, yang didiami oleh Sultan yang sekarang. Tempat ini tertutup untuk umum. Kesantrian, tempat tinggal pangeran pangeran yang belum menikah, terletak di bangunan yang laus di belakang kandang kuda.

Di belas tempat kereta kraton, yang terletak di pinggir taman utama, terdapat koleksi kereta-kereta kerajaan dan kendaraan lain yang ditarik kuda, termasuk kereta jenasah kerajaan yang terbuat dari kaca. Koleksi peralatan kerajaan yang lengkap dan benda-benda kraton, yang terdapat di Musium Sono Budoyo di sudut barat laut dari alun-alun utara, dibangun pada tahun 1935 oleh Hamengkubuwono VIII. Di bagian barat alun-alun terdapat Mesjid Ageng, yang dibangun pada tahun 1773.

Di taman utama kraton terdapat pasir hitam dari pantai selatan Jawa, yang dotaruh untuk menghormati Nyai Loro Kidul, Raty Laut Selatan, yang izinnya dianggap prasyarat untuk membangun kraton. Hubungan dengan Nyai Loro Kidul ini terlihat lebih jelas di bangunan Taman Sari, yang dibangun oleh Hamengkubuwono I sebagai taman yang nyaman untuk tempat beristirahat.

Taman Sari adalah taman yang sangat luar biasa menariknya, terdiri dari beberapa kolam renang yang merupakan jalan menuju terowongan bawah tanah yang diatasnya tersdedia tempat untuk berjalan kaki. Sebagian lokasi ini telah diperbaiki, tetapi tanpa diisi. Dahulunya taman ini mempunyai kebun-kebun dengan bunga-bunga wangi, beberapa air mancur, dan bunga yang terdapat di jambangan besar yang terbuat dari batu. Taman Sari, selain dibuat untuk tempat beristirahat, dan tempat Sultan bercengkrama dengan istri atau selirnya, juga dibuat sebagai tempat di mana setiap tahun digunakan untuk memperbaharui mandatnya dalam menjalankan pemerintahannya, yaitu dengan cara melakukan hubungan perkawinan secara mistik dengan Nyai Loro Kidul. Ruang tempat pertemuan ini dilakukan masih dapat dilihat, tetapi karena percaya adanya kekuatan spiritual, tempat ini dilarang difoto.

Kraton Yogyakarta sangat luas dan banyak hal yang menarik, tetapi jika semua diuraikan secara menyeluruh dibutuhkan buku yang sangat tebal. Sangat beruntung kraton mempunyai sistem organisasi yang baik sehingga pemandunya dapat memberikan penjelasan dalam beberapa bahasa yang sangat informatif mengenai perkembangan sejarah kraton secara lengkap baik mengenai masalah arsitektur maupun mengenai isinya.

Kraton Yogyakarta adalah bangunan yang bukan saja terbesar dari empat istana yang berada di Jawa Tengah, tetapi juga cukup kaya dalam hal materi maupun kebudayaan. Karena peranan yang penting dari Hamengkubuwono IX dalam perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia, sejak tahun 1945 Kraton Yogyakarta mendapat status kehormatan. Oleh karena itu, kota tempat sendirinya kraton ini disebut Daerah Istimewa Yogyakarta. Kehidupan di dalam kraton masih berlanjut terus sejak beberapa rarus tahun silam. Ditempat ini hampir ribuan pegawai istana masih melayani segala sesuatu yang diperlukan oleh rumah tangga kerajaan,sama halnya dengan Kraton Kasunanan Pakubuwono di Surakarta

Ambar Ketawang, Bekas Keraton Yogyakarta lama

Ketika keraton Yogyakarta harus berdiri sendiri dan lepas dari Karaton Pakubuwono di Kartasura karena perjanjian Gianti, 13 Februari 1755. Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I memilih Ambarketawang sebagai pesanggrahannya. Tetapi hanya sementara, sekitar tahun 1755 sampai 1757 saja. Sesudah itu jengkar (pindah) ke istana yang baru , Keraton Yogyakarta, dari sinilah dinasty Yogyakarta itu berkembang.

Kenapa ketika Ambarketawang yang dipilih, setelah ditinggalkan sultan, tempat tersebut tidak terawat. Pada tahun 1989, banyak tumbuh pepohonan, rimbun dan sepi. Nyaris sebuah kebun dengan pohon kelapa tumbuh disitu, tetapi dahulu tempat itu amat berarti bagi perjalanan Yogyakarta

Tempat itu agak terlindung, jika keamanan itu diperlukan karena sejumlah gunung yang mengepunnya. Mbah Gondo warga setempat mengatakan kalau tempat itu dahulu berada di lereng gunung gamping. Gunung gamping itu masih ada pada zaman Jepang, sekarang gunung itu sudah digempur menjadi desa. Desa yang berasal dari gunung yang digempur itu bernama Delingsari di Kalurahan Ambarketawang, kecamatan Gamping, Sleman yang lokasinya sekitar lima kilometer dari Yogyakarta. Di daerah itu pulalah upacara Bekakak berlangsung setiap bulan sapar.

Rentang waktu dari 1755 ketika Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan, hingga KGPH Mangkubumi SH jumeneng menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono X, telah mengubah menjadi apa yang kita lihat sekarang.

Di situ memang tampak bangunan seperti sebuah pendapa, lalu ada tetenger (tanda tertulis) yang menyatakan bahwa di sini bekas keraton. Masyarakat sekitar juga sering menyelenggarakan macapat setiap 35 hari sekali. Serat yang dibaca adalah Babad Surokarto atau disebut Babad Giyanti, yang ditulis dalam bahasa Jawa, serat itu menceritakan lakon perjalanan Gusti Pangeran Haryo Mangkubumi dalam perang. Serat itu juga mengesankan kehebatan Pangeran Mangkubumi yang berontak terhadap Belanda sampai bisa mendirikan Keraton Ambarketawang.

Petilasan di Ambarketawang itu adalah bukti sejarah, karena itu tidak boleh dibongkar. Tetapi karena usia pulalah yang menyebabkan tembok keliling yang dahulu mengepung keraton Cikal Bakal itu tinggal puing. Sisa bangunan lainnya sudah tertimbun tanah, petilasan itu memang sudah berusia lebih dari 200 tahun.

Petilasan itu entahlah bagaimana statusnya, entah kapan pula bisa dimiliki rakyat. Sebab pada 1934 Mbah Gondo mengaku membeli tanah itu seharga 80 gulden. Menurut cerita yang berkembang, dahulu Demang Tomodimejo yang pertama-tama meminta agar tempat itu dijadikan leter C saja. Permintaan itu konon dikabulkan. Dan oleh keturunan Sang Demang tanah itu dijual hingga akhirnya jatuh pula ke tangan Mbah Gondo.

Sultan pertama yang membangun Keraton Yogyakarta dikenal sangat hebat. Memiliki daya linuwih, sebagaimana banyak kitab Jawa menyebutkan hal itu. Misalnya ketika menentukan lokasi yang bakal dipakai sebagai istananya. Ia sudah memperhitungkan bagaimana agat tempat itu nanti tidak terkena banjir.

Ia punya pengalaman ketika berada di Surakarta. Daerah itu kerap kali terkena banjir. Itu sebabnya daerahnya rendah. Tidak lebih tinggi dari sungai. Ketika ia harus meninggalkan Ambarketawang, tentunya harus menemukan tempat baru yang strategis dan bebas banjir.. ada beberapa dongeng bagaimana Sultan pertama itu menemukan tempat yang hingga kini dikenal sebagai Keraton Yogyakarta.

Salah satu dongeng tentang asal mula Sultan menemukan tempat itu adalah Kiyai Kintal. Dengan bantuan Sang Kiyai ia menemukan Alas Bering. Daerah itu diapait oleh duan sungai. Di timur Sungai Code dan di barat Sungai Winongo. Pemilihan daerah itu tepat karena sejak Alas Bering itu ditemukan pada tahun 1756, Yogyakarta hingga berabad-abad kemudian tidak pernah banjir. Di sinilah kehebatan Mangkubumi (Sri Sultan Hamengku Buwono I). Kalaupun ada banjir, itu hanya luapan sungai di tepinya, karena kawasan yang ditemukannya itu letaknya lebih tinggi dari sungai.

No comments: